BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Konsep
asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman sebelum masehi dimana manusia
pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, antara lain
kekurangan bahan makanan. Kajian tentang asuransi sangat
menarik sekali diantara prinsip ekonomi syariah lainya. Kajian mengenai
asuransi syari’ah terlahir satu paket dengan kajian perbankan syari’ah, yaitu
sama-sama muncul kepermukaan tatkala dunia islam tertarik untuk mengkaji secara
mendalam apa dan bagaimana cara mengaktualisasikan konsep ekonomi syari’ah.
Di
Indonesia, dengan lahirnya bank
yang beroperasi pada prinsip syari’ah seperti dalam bentuk bank muamalat Indonesia. Membuat
lahirnya asuransi syariah. Lebih-lebih masyarakat Indonesia yang mayoritas
penduduknya muslim sehingga minat terhadap lembaga keuangan syari’ah (asuransi
syari’ah) sangat diminati. Tetapi meskipun lembaga-lembaga keuangan syari’ah
mulai menyebar diberbagai pelosok tanah air banyak masyarakat yang belum
mengenal produk-produk asuransi
syari’ah.
B. Rumusan masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan asuransi ?
2. Apa
yang menjadi Prinsip-prinsip Dasar Asuransi Syariah?
3.
Apa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi
konvensional?
4.
Apa saja kendala pengembangan asuransi syariah?
C. Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini yaitu untuk
menambah pengetahuan tentang asuransi, dan menambah pengetahuan pembaca mengenai
asuransi syariah.
BAB
I
PEMBAHASAN
1. Pengertian asuransi
Asuransi
berasal dan dari kata dalam bahasa Inggris insurance
atau assurance yang berarti
jaminan. Menurut pasal 1 undang-undang no. 2 tahun 1992 tentang usaha
perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin ada diderita tertanggung,
yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
asuransi
dalam islam termasuk “ijtihadiah” artinya untuk menentukan hukumnya asuransi
ini halal atau haram masih diperlukan peranan akal pikiran para ulamaahli fiqh
melalui ijtihad.
Ada beberapa macam pendapat para ulama tentang asuransi diantaranya:
1. Bahwa asuransi termasuk
segala macam bentuk dan cara operasinya hukunya haram. Pandangan ini didukung
oleh beberapa ulama antara lain, Yusuf al_Qardhawi, Sayid sabiq, Abdullah
al-Qalqili dan Muhammad Bakhit al-Muth’i
a) Asuransi mengandung
unsur perjudian yang dilarang didalam Islam.
b) Asurnasi mengandung
unsur ketidakpastian.
c) Asuransi mengandung
unsur “ Riba” yang dilarang dalam Islam.
d) Asuransi mengandung unsur
eksploitasi yang bersifat menekan.
e) Asuransi termasuk
jual beli atau tukar – menukar mata uang yang tidak secara tunai ( Akad Sharf).
f) Asuransi obyek
bisnisnya digantungkan pada hidup dan matinya seseorang, yang berarti
mendahului tak takdir Tuhan.
2. Bahwa asuransi
hukumnya halal atau diperbolehkan dalam islam. Pandangan ini didukung oleh
beberapa ulama antara lain, Abdul Wahab Khallaf, Muh. Yusuf Musa, Abdurrahman
Isa, Mustafa Ahmad Zarqa dan Muhammad Nejatullah Siddiqi.
a) Tidak ada ketetapan
nas, al – Qur’an maupun al – Hadis yang melarang asuransi.
b) Terdapat kesepakatan
kerelaan dari keuntungan bagi kedua belah pihak baik penanggung maupun
tertanggung.
c) Kemaslahatan dari
usaha asuransi lebih besar daripada mudharatnya.
d) Asuransi termasuk akad
mudharatnya roboh atas dasar profit and loss sharing.
e) Asuransi termasuk
kategori koparasi (Syirkah Ta’awuniyah) yang diperbolehkan dalam islam.
3. Bahwa asuransi yang
diperbolehkan adalah asuransi yang bersifat komersial dilarang dalam islam.
Pandangan ini didukung oleh beberapa ulama antara lain, Muhammad Abu Zahro
dengan alasan bahwa asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan karena jenis
asuransi sosial tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang didalam islam.
Sedangkan asuransi yang bersifat komersial tidak diperbolehkan karena
mengandung unsur-unsur yang dilarang didalam islam.
4. Bahwa hukum asuransi
termasuk subhat, karena tidak ada dalil syar’I yang secara jelas mengharamkan
atau yang menghalalkan asuransi oleh karena itu kita harus berhati-hati didalam
berhubungan dengan asuransi.
2. Prinsip – prinsip dasar asuransi
syariah
Dalam hal
ini, prinsip dasar asuransi sayri’a ada sembilan macam, yaitu : tauhid,
keadilan, tolong-menolong, kerja sama, amanah, kerelaan, larangan riba,
larangan judi, dan larangan gharar.
1.
Tauhid (unity)
prinsip
tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk tabungan yang ada dalam syari’ah
islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan
pada nilai-nilai ketuhanan.
Dalam
berasuransi ytang harus diperhatikan adalah bagaimana sehartusnya menciptakan
suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhananpaling
tidak dalan setiap melakukan aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam
hatio bahwa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu
berada bersama kita.
2.
Keadilan (justice)
Prinsip
kedua dalam berasuranasi adalah terpenuhinya niulai-nilai keadilan antara
pihak-pihak yang terkait dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami
sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban anatara nasabah dan
perusahaan asuransi.
Di sisi
lain,, keuntungan yang dihasilakan oleh perusahaan dari hasil investasi dana
nasabah harus dibagai sesuai dengan akad yangb disepakati sejak awal. Jika
nisbah yang disepakati anatara kedua belah pihak 40:60, maka realita pembagian
keuntungan juga harus mengacu pada keuntungan tersebut.
3.
Tolong menolong (ta’awun)
Prinsip
dasar yang lain dalam melkasnakan kegiatan berasuransi harus didasari
dengan adanya rasa tolong menolong antara anggota. Praktik tolong menolong
dalam asuransi adalah unsur utama pembentuk (DNA-Chromosom) bisnis
transkasi.
4.
Kerja sama (cooperation)
Prinsip
kerja sama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi
islami. Kerja sama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang
dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yait antara anggota
(nasa bah) dan perusahan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang dipakai
dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah atau musyarakah.
Konsep mudharabah dan musyarakah adalah dua buah konsep
dasar dalam kajian ekonomika dan mempunyai nilai historis dalamm
perkembangan keilmuan
5.
Amanah ( trustworthy / al-amanah )
Prinsip
amanah dalam organisasi perusahan dapat terwujud dalam nilai-nilai
akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan
keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi hatus memberi
kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan.
Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi haruis mencerminkan
nilai-nilai kebenaran dan kedaiulan dalam bermuamalah dan melalui auditor
public. Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasabah
asuransi.seseorang yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan
informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran dan tidak
memanipiyulasi kerugian yang menimpa dirirnya.
6.
Kerelaan ( al-ridha )
Dalam bisnis
asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi
agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang
disetorkan ke perusahan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru).
Dana sosila (tabarru) memang betul-betul digunakan tujuan membantu
anggota (nasabah) asuiransi yang lain jika mengalami bencana kerugian.
7.
Larangan riba
Secara
bahasa adalah tambahan. Sedangakan menurut syari’at m,enambah sesuatu yang
khusus. Jadi riba adanya unsur penambahan nilai. Ada beberapa bagian dalam
al-Qur’an yang melarang pengayaan diri dengan cara yang btidak dibenarkan.
Islam menghalalkan perniagaan dan melarang riba. Halalnya jual beli denhan pola
berfikir selama manuasia saling membutuhkan satu sama lain, karena tidak bisa
mencapai ke semua keinginan kecuali denga jual beli merupakan
permasalahan bagi mereka.
8.
Larangan maisir ( judi )
Allah SWT
telah memberi penegasan terhadap keharaman melakukan aktivitas ekonomi yang
memepunyai unsur maisir (judi). Maisir dari kata yusr artinya
mudah. Karena orang memeperolkeh uang tanpa susah payah, atau bersala dari kata
yasar yang berarti kaya, karena perjudian diharapkan untung yang
bermakna mudah. Maysir merupakan unsur obyek yang diartikan sebagai tempat
untuk memudahkan sesuatu.
Syafi’i
antonio mengatakan bahwa unsur maisir judia artinya adanya salah asatu
pihal yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian.
9.
Larangan gharar
Gharar dalam
pengertian bahasa adalah al-khida’ yaitu suatu tindakan yang di dalamnya
diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Secara konvensional kata Syafi’I kontrak
dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan sebagai aqd tabaduli atau
akad pertukaran, yaitu pertukaran pembayaran premi dan dengan uang
pertanggungan. Secara syari’ah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang
harus diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu karena kita tahu berapa yang
akan diterima (sejumlah uang pertanggungan), tetapi idak tahu berapa yang akan
dibayarkan (jumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang
akan men menginggal.
3. Perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional
1. Perbedaan
Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensiol
No.
|
Dari Segi
|
Konvensional
|
Syariah
|
1.
|
Konsep
|
Perjanjian
antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian
kepada tertanggung.
|
Sekumpulan
orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara
masing - masing mengeluarkan dana tabarru’.
|
2.
|
DPS (Dewan
Pengawas Syariah)
|
Tidak ada,
sehingga dalam prakteknya bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’
|
Ada, yang
berfungsi mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari
praktek - praktek muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
|
3.
|
Akad
|
Akad jual
beli (akad gharar)
|
Akad tabarru’
dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah)
|
4.
|
Jaminan/Risk
(Resiko)
|
Transfer
of risk, dimana terjadi transfer dari tertanggung kepada penanggung
|
Sharing of
risk, dimana terjadi proses saling menanggu antara satu peserta dan peserta lainnya
(ta’awun)
|
5.
|
Pengelolaan
Dana
|
Tidak ada
pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus (untuk produk
saving life)
|
Pada
produk-produk saving (life) terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’ ,
sehingga tidak mengenal dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life)
dan general insurance semuanya bersifat tabarru’.
|
6.
|
Kemilikan
Dana
|
Dana yang
terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan
bebas menggunakan dan menginvestasikan kemna saja.
|
Dana yang
terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi. Merupakan milik
peserta atau (shahibul maal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah
(mudarib) dalam mengelola dana tersebut.
|
7.
|
Sumber
pembayaran Klaim
|
Sumber
biaya klaim adalah dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penangung
terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada nuansa syariah.
|
Sumber
pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’ dimana peserta saling
menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah maka peserta lainnya
ikut menanggung bersama resiko tersebut.
|
8.
|
Keuntungan
(profit Share)
|
Keuntungan
diperoleh surplus underwrinting, komisi reasuransi, dan hasil investasi
seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
|
Profit
yang diperoleh dari surplus underwrinting, komisi re asuransi, dan hasil
investasi bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan tetapi dilakukan bagi
hasil (mudharabah)
|
4. Kendala pengembangan asuransi
syariah
Tantangan
terbesar yang dihadapi oleh industri asuransi syariah bersumber pada dua hal
utama yaitu permodalan dan sumber daya manusia. Tantangan-tantangan lain
seperti masalah, ketidaktahuan masyarakat terhadap produk asuransi syariah,
image dan lain sebagainya merupakan akibat dari dua masalah utama tersebut.
1.
Minimya modal
Beberapa hal
yang menjadi penyebab relative rendahnya penetrasi pasar asuransi syariah dalam
sepuluh tahun terakhir adalah rendahnya dana yang memback up perusahaan
asuransi syariah, promosi dan edukasi pasar yang relative belum dilakukan
secara efektif (terkait dengan lemahnya dana), belum timbulnya industri
penunjang asuransi syariah seperti broker-broker asuransi syariah, agen,
adjuster, dan lain sebagainya, produk dan layanan belum diunggulkan diatas
produk konvensional, posisi pasar yang masih ragu antara penerapan konsep
syariah yang menyeluruh dengan kenyataan bisnis di lapangan yang terkadang
sangat jauh dari prinsip syariah, dukungan kapasitas reasuransi yang masih
terbatas (terkait juga dengan dana) dan belum adanya inovasi produk dan layanan
yang benar-benar digali dari konsep dasar syariah.
2.
Kurangnya SDM yang professional
Berdasarkan
data Islamic Insurance Society (IIS) per Maret lalu, sekitar 80 persen dari
seluruh cabang atau divisi asuransi syariah belum memiliki ajun ahli syariah.
IIS mengestimasi asuransi syariah Indonesia per Maret lalu memiliki sekitar 200
cabang dan hanya didukung 30 ajun ahli syariah. Jumlah yang cukup sedikit bila
dibandingkan kondisi SDM di asuransi konvensional. Per Maret lalu, sebagian
besar cabang asuransi konvensional telah memiliki sedikitnya seorang ajun ahli
asuransi syariah. Jumlah tersebut sesuai dengan ketentuan departemen keuangan
(Depkeu).
3.
Ketidaktahuan Masyarakat Terhadap Produk Asuransi Syariah
Ketidaktahuan
mengenai produk asuransi syariah (takaful) dan mekanisme kerja merupakan
kendala terbesar pertumbuhan asuransi jiwa ini. Akibatnya, masyarakat tidak
tertarik menggunakan asuransi syariah, dan lebih memilih jasa asuransi
konvensional.
4.
Dukungan Pemerintah Belum Memadai
Meski sudah
menunjukkan eksistensinya, masih banyak kendala yang dihadapi bagi pengembangan
ekonomi syariah di Indonesia. Soal pemahaman masyarakat hanya salah satunya.
Kendala lainnya yang cukup berpengaruh adalah dukungan penuh dari para
pengambil kebijakan di negeri ini, terutama menteri-menteri dan lembaga
pemerintahan yang memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan ekonomi.
5.
Image
Salah satu
tantangan besar bisnis asuransi syariah di Indonesia dan negara lainnya,
menurut Zein, adalah meyakinkan masyarakat akan keuntungan menggunakan asuransi
syariah. “Perlu sekali mensosialisasikan asuransi syariah bukan saja berasal
dari agama, tetapi memperlihatkan keuntungan.”
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian
asuransi
Menurut
pasal 1 undang-undang no. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
pada pihak ketiga yang mungkin ada diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan
2. Prinsip-prinsip
Dasar Asuransi Syariah
§ Tauhid
(unity)
§ Keadilan (justice)
§ Tolong
menolong (ta’awun)
§ Kerja sama (cooperation
§ Amanah (
trustworthy / al-amanah )
§ Kerelaan (
al-ridha )
§ Larangan
riba
§ Larangan maisir
( judi )
§ Larangan gharar
3. Kendala
pengembangan asuransi syariah
§ Minimya
modal
§ Kurangnya
SDM yang professional
§ Ketidaktahuan
Masyarakat Terhadap Produk Asuransi Syariah
§ Image
§ Dukungan
Pemerintah Belum Memadai
B. Saran
Sebaikanya
pemerintah turut serta dalam pengembangan asuransi syariah agar dapat mendukung
pengembangan asuransi syariah. Dan dapat memperkecil kendala perkembangan
asurnsi syariah.
DAFTAR
PUSTAKA
Hartanto,Dicki,Bank
dan Lembaga Keuangan Lain konsepUmum dan Syariah, Yogjakarta: Aswaja
Presindo,2012
Ahmad Rodoni dan Abdul hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta :
Zikrul Hakim, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar